REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Penggunaan formalin untuk makanan kembali marak. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang Niken Widyah Hastuti mengatakan bahwa untuk mengetahui makanan berformalin atau tidak -- misalnya bakso yang berformalin -- adalah jika dipegang kenyal dan terlihat lebih kalis, serta tidak cepat busuk.
Makanan yang mengandung bahan berbahaya, katanya, biasanya dijual dengan harga murah. "Oleh karena itu, jangan membeli makanan yang murah, karena yang mahal lebih sehat sebagai contoh daging ayam kampung tiren, harganya lebih murah," katanya.
Ia mengatakan, makanan yang mengandung bahan berbahaya dan tidak sehat, tidak dapat diketahui langsung dampaknya, hal itu beda dengan keracunan.
Selain formalin, 'modus' penjual gorengan yang ingin praktis, adalah melakukan cara: plastik pembungkus minyak goreng tidak dibuang tetapi begitu wajan panas, plastik berisi minyak goreng langsung dimasukkan wajan.
"Minyak goreng yang mengandung plastik tersebut tentu meresap di gorengan dan berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, Dinkes Semarang selalu melakukan pembinaan di kantin sekolah, guru bimbingan dan penyuluhan (BP), usaha kesehatan sekolah (UKS) dan dokter kecil," katanya.
Dewan Kesehatan Kota Semarang menilai bahwa kampanye mengenai bahaya formalin harus secara masif agar konsumen lebih hati-hati. "Kampanye mengenai bahayanya formalin perlu terus menerus dilakukan dan jika diperlukan ada tim lapangan yang melakukan razia," kata Ketua Dewan Kesehatan Kota Semarang Daniel Budi Wibowo di Semarang, Senin.
Daniel mengatakan bahwa formalin adalah bahan industri, sehingga jika dilakukan pembatasan, industri yang akan terkena dampaknya. Akan tetapi jika dibiarkan juga dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan dan susah untuk dikendalikan, sehingga yang bisa dilakukan adalah sosialisasi, pembinaan, dan penjualan perlu lebih selektif.
No comments:
Post a Comment