"Sesungguhnya Sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu selesai dari satu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.” (Surat Al Insyirah 6-7)
Orang yang hidupnya tanpa tantangan tidak akan memiliki tingkat kesungguhan yang bagus dalam berharap memohon pertolonganNya. Persaingan demi persaingan adalah bagian dari karunia Allah.
Akan tetapi, pada kondisi yang sama dalam hal tantangan dan kesulitan ternyata banyak juga orang yang jadi menderita: stress, tegang, takut, was-was, bingung dan cemas. Mengapa demikian?? Jawabannya adalah karena pikirannya hanya terfokus ke dalam dirinya semata, atau kepada orang lain yang dipandang mampu menolong menyelesaikan masalahnya. Padahal, siapapun yang terlalu sibuk mengandalkan kemampuan diri atau mahluk, maka hidupnya akan tercekam rasa waswas, takut, dan gelisah.
Saudaraku, dalam Surat Al Ankabut ayat 60, dapat diketahui bahwa seluruh mahluk sudah dijamin rejekinya oleh Allah SWt, “Berapa banyak binatang melata yang tidak sanggup membawa rejekinya, Allah-lah yang menjamin rejekinya, juga terhadapmu.”
Yang tidak dijamin adalah ganjaran. Ganjaran atau pahala harus kita cari, tetapi rezeki sudah menjadi jaminan Allah. Karena itu kita tidak perlu risau apa yang sudah dijanjikan Allah kepada kita, tetapi risaukanlah kalau kita lalai terhadap kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada kita.
Umpamakanlah ada seorang majikan menyuruh hamba sahayanya untuk bekerja. Tidak mungkin majikan ini lupa memberi makan kepada hamba sahayanya. Kalau ia lupa, maka hamba sahayanya ini tidak bisa bekerja. Semakin bagus kerjanya, maka akan semakin dicukupi kebutuhannya.
Lalu bagaimana mungkin kita beribadah kepada Allah, tetapi rezeki kita tidak dipenuhi?? Bukankah Allah yang memerintahkan untuk beribadah? Contoh Allah menyuruh kita untuk Shalat, sementara Shalat itu harus menutup aurat. Di sini kita pasti akan dicukupi rezeki untuk mencari alat penutup aurat, karena yang menyuruh menutup aurat adalah Allah.
Allah memerintahkan kita untuk bersedekah, lalu bagaimana mungkin kita bisa sedekah kalau kita tidak diberi rezeki sementara yang memberi rezeki adalah Allah.
Karena itu saudaraku, kewajiban kita yang pertama adalah husnudzan (berbaik sangka) bahwa Allah adalah Maha Penjamin rejeki. Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman,”Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”
Apa yang bisa kita renungi dari hadits ini yaitu rahasia yang membuat seseorang memiliki motivasi tinggi adalah seberapa besar keyakinannya bahwa Allah akan menolongnya. Tingkat keyakinan seseorang kepada Allah akan membuat jaminan Allah datang kepada dirinya. Artinya, kalau seorang hamba yakin sekali akan datangnya pertolongan Allah, maka pertolonganNya itu pasti datang. Jika seorang hamba sangat yakin bahwa doa-doanya akan diijabah, niscaya Allah akan mengabulkannya.
Seorang hamba yang yakin bahwa Allah akan melapangkan kesulitannya, maka ia akan mendapati segala urusannya dilapangkan oleh-Nya. Jadi, sejauh mana tingkat keyakinan kita kepada Allah, itulah yang akan menjadi factor penentu yang dapat menghambat atau memperlancar datangnya pertolongan Allah kepada kita.
Pertolongan Allah kadangkala datang dari yang tidak kita pernah duga sebelumnya. Apa yang sulit di dunia ini kalau Allah sendiri yang ikut merencanakan segala cita-cita kita??
Kalau Allah sudah menolong, maka tak akan ada lagi aral melintang yang dapat menghadang dan menghambat laju perjalanan kita. Kalaupun ada-sebesar dan seberat apa pun rintangan itu- akan dianggap tak lebih sekedar tantangan untuk dihadapi dan dicarikan solusi-solusi yang terbaik.
NAMUN, kita harus sadar bahwa kita ini adalah mahluk, yang memiliki daya nalar dan pengetahuan yang terbatas. Kita memang punya cita-cita, keinginan, ambisi ataupun rencana-rencana besar yang sudah kita buat seperti blue print dalam perjalanan kehidupan kita. Bahkan kita dianjurkan untuk berikhtiar semaksimal mungkin.
Sekali lagi kita ini hanyalah mahluk, tidak jarang impian, cita-cita, ataupun sesuatu yang kita idam-idamkan tidak bisa terwujud. Apa pasalnya???, Apa salahku??, Apa yang kurang??? Allah tidak adil!!, sering kali kita terjebak ke dalam sikap yang penuh dengan penyesalan dan kecewa besar.
Itu dia!! Kembali lagi ke hadits di atas, kita harus berbaik sangka. Kita punya rencana, Allah juga punya rencana. DAN yang pasti terjadi adalah apa yang menjadi rencana Allah.
Siapkanlah Mental kita untuk menerima apapun yang terbaik menurut ilmu Allah SWT sebagaimana firmanNya dalam Surat Al Baqarah 216 :
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
Ketahuilah, hidup ini terdiri dari berbagai episode kehidupan yang tidak monoton. Ini adalah kenyataan hidup. Jadi, kita harus benar-benar arif dalam menyikapi setiap episode kehidupan dengan lapang dada dan ikhlas.
Jangan selimuti diri dengan keluh kesah. Semua itu tidak menyelesaikan masalah. Kita harus ridha menerima apapun kenyataan yang terjadi, diiringi ikhtiar untuk memperbaiki kenyataan pada jalan Allah SWT.
Demikian teman, tulisan ini adalah renungan untuk kita semua. Bukan bermaksud menggurui, saduran ini adalah salah satu upaya saling menasihati dan saling mengingatkan. Keputusan dan rencana Allah mungkin tidak seindah angan-angan yang saat ini kita impikan, namun berbaik sangka kepada Allah adalah kewajiban kita, sebagaimana kita juga harus berbaik sangka terhadap saudara kita.
Terakhir, jujur diri dan koreksi diri, lalu adakan perbaikan. Semoga kesempatan selalu diberikan Allah SWT.
Sumber Bacaan :
Gymnastiar, Abdullah, “Aku Bisa!” Manajemen Qalbu untuk Melejitkan Potensi, MQ Publishing, Bandung: 2004.
No comments:
Post a Comment